Jumat, 26 Maret 2010

Salam dalam kasih Yesus Kristus
Hormat saya, FajarYehuda
27 Maret 2010

Alkitab dan juga para hamba Tuhan menyatakan bahwa pemberontakan terhadap Allah pertama kali dilakukan oleh seorang penghulu malaikat bernama Lucifer oleh karena motivasinya ingin menjadi Allah, kemudian Allah melempar ia dan para pengikutnya ke bumi (baca; Yehezkiel 28: 11-19). Lucifer inilah yang akhirnya dijuluki Iblis. Pada suatu saat, saya berpikir bahwa Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa pemberontakan oleh karena tipu muslihat Iblis, dan peristiwa ini dicatat dalam Kejadian pasal 3. Lalu yang menjadi pertanyaan saya adalah Iblis telah muncul di Taman Eden (di bumi) pada Kejadian pasal 3, hal ini berarti bahwa peristiwa dilemparnya Iblis ke bumi pasti terjadi sebelum penciptaan Adam dan Hawa. Dimanakah ayat Alkitab yang menyatakan penghakiman atas dosa Lucifer dan para pengikutnya? Dan kemungkinan besar ayat itu ada diantara Kejadian pasal 1 dan 2.
Pemaparan Alkitabiah yang akan saya tulis dibawah ini disadur dari buku WAR IN HEAVEN, hal. 22-36 karya Derek Prince.


DUNIA SEBELUM ADAM

Sesudah melakukan perenungan selama beberapa dasawarsa mengenai beberapa ayat pertama pada Kitab Kejadian, saya (Derek Prince, red) tiba pada kesimpulan bahwa penghakiman Allah atas pemberontakan mungkin saja sudah terjadi sebelum enam hari penciptaan sebagaimana digambarkan dalam Kitab Kejadian.

Dalam Kejadian 1: 2, kita diberitahu bahwa bumi “belum berbentuk dan kosong” (dalam bahasa Ibrani; tohu va bohu). Pemeriksaan pada pasal-pasal lain dimana frasa ini [tohu va bohu] digunakan menegaskan bahwa ini selalu menmggambarkan efek dari tindakan penghakiman oleh Allah. Ini menunjukan bahwa penghakiman Allah yang pertama terjadi antara Kejadian 1: 1 dan Kejadian 1: 2. Barangkali ini adalah penghakiman atas pemberontakan Lucifer (Iblis).

Adalah di luar cakupan buku ini untuk menganalisis semua ini secara rinci. Namun saya percaya bahwa ini adalah bidang yang dapat memberi wawasan ketika kita mengadakan doa syafaat dan peperangan rohani. Suatu hal yang berlawanan dengan apa yang dipikirkan oleh orang banyak , pemberontakan tidak dimulai dibumi, melainkan dimulai di surga. Pemberontakan tidak dimulai dengan seorang manusia, tetapi dengan salah satu penghulu malaikat yang dikenal sebagai Iblis, walaupun nama aslinya Lucifer. Terlebih dahulu Iblis merebut sekumpulan malaikat untuk tunduk dibawah kepemimpinannya sebelum ia mengalihkan perhatiannya pada ras manusia.

Dalam bahasa manapun, Lucifer digambarkan sebagai makhluk yang terang, bercahaya dan mulia. Ia disebut sebagai penghulu malaikat. Kata “penghulu” dalam akar bahasa Yunaninya, berarti “memerintah”. Kata yang sama muncul dalam kata archbishop “uskup kepala”, uskup yang mengepalai uskup-uskup lainnya. Jadi, penghulu malaikat adalah malaikat yang memerintah atas malaikat-malaikat lainnya. Jadi, Lucifer adalah salah satu dari penghulu malaikat utama, bersama-sama dengan Mikhael dan Gabriel. Akan tetapi, sampai pada taraf tertentu, Lucifer membuat kesalahan yang berat. Ia menjadi begitu terpaku dengan kemuliaannya sendiri sehingga ia mencoba membuat dirinya menyamai Allah dan berbalik menjadi pemberontakan menentang Pencipta-nya. (Lucifer exposed, hal.4-5).


ALLAH TIDAK MENCIPTAKAN KEKACAUAN

Kembali ke ayat-ayat awal dalam Kitab Kejadian, saya terpaksa menyimpulkan bahwa ada kontras antara kondisi bumi sebagaimana semula diciptakan oleh Allah dalam ayat 1 dan kondisinya seperti yang diuraikan dalam ayat 2:

Ayat 1: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
Ayat 2: Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya.

Bumi seperti yang digambarkan dalam ayat 2 telah menjadi tempat tandus yang gelap, belum berbentuk dan berair. Semua yang saya baca di dalam Alkitab dari ayat itu dan seterusnya meyakinkan saya bahwa ini bukanlah gambaran tentang bumi sebagaimana semula diciptakan oleh Allah. Ia bukanlah “pelaku eksperimen”, Ia adalah Pencipta. Semua tindakan kreatif Allah yang digambarkan di dalam bagian Kitab Suci ini menghasilkan sesuatu yang sempurna. Ciptaan-Nya tidak perlu ditingkatkan atau diperbaiki.

Jadi, jelaslah bahwa penggambaran tentang bumi yang diberikan dalam ayat 2 tidak menggambarkan bumi dalam keadaan semula seperti yang diciptakan Allah dalam ayat 1. Sebaliknya, ini adalah gambaran bumi dalam keadaan jatuh sebagai akibat perkara-perkara yang terjadi antara ayat1 dan 2. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa suatu malapetaka yang dasyat telah terjadi, sesuatu yang mengubah tatanan dan keindahan bumi yang Allah ciptakan pada mulanya dan sebagai akibatnya bumi menjadi tidak berbentuk dan kosong. Kata yang diterjemahkan dalam ayat ini “belum berbentuk” dapat diterjemahkan sama baiknya dengan “menjadi tidak berbentuk.”

Bahasa yang digunakan dalam bahasa Ibrani lebih menarik lagi. “Belum berbentuk dan kosong” adalah terjemahan dari frasa bahasa Ibrani tohu va-bohu. Dua kata yang bersajak ini dirancang untuk digunakan bersama: tohu dan bohu. Berbagai bahasa lain mengandung kata-kata yang berpasangan seperti ini. Dalam bahasa Inggris, misalnya ada frasa yang seperti itu yaitu harem-scarem dan dalam bahasa Indonesia ada frasa serupa yaitu kacau-balau atau porak-poranda.

Frasa bersajak di dalam contoh bahasa Inggris dan Indonesia tersebut serupa dengan frasa Ibrani tohu va-bohu. Ini menggambarkan keadaan yang kacau. Sebenarnya, kata-kata itu sendiri mengandung pengertian atau perasaan dari situasi yang mereka gambarkan. Sekarang marilah kita periksa tempat-tempat lain di dalam Perjanjian Lama dimana kata-kata Ibrani yang sama ini digunakan- tohu dan bohu.

Hanya ada dua perikop lain dimana kedua kata tersebut digunakan bersama-sama. Yang pertama ada di dalam Yesaya 34. Pasal ini menggambarkan penghakiman Allah yang akan datang atas wilayan Edom, yang merupakan nama yang diberikan kepada saudara kembar Yakub, yaitu Esau dan keturunannya. Edom adalah negara di sebelah timur Laut Mati. Kitab Suci mengindikasikan bahwa menjelang penutupan zaman ini akan ada penghakiman Allah yang mengerikan, menyedihkan dan permanen atas wilayah tersebut. Edom akan dihakimi sedemikian rupa sebagai monumen abadi penghakiman Allah untuk semua generasi sesudahnya. Penggambaran sangat jelas;

Sebab TUHAN mendatangkan hari pembalasan dan tahun pengganjaran karena perkara Sion. Sungai-sungai Edom akan berubah menjadi ter, dan tanahnya menjadi belerang; negerinya akan menjadi ter yang menyala-nyala. Siang dan malam negeri itu tidak akan padam-padam, asapnya naik untuk selama-lamanya. Negeri itu akan menjadi reruntukhan turun-temurun, tidak ada orang yang melintasinya untuk seterusnya. (Yesaya 34: 8-10).

Ayat berikut inilah yang mengandung frasa tohu va-bohu :

Burung undan dan landak akan mendudukinya, burung hantu dan burung gagak akan tinggal di dalamnya. TUHAN menjadikannya campur baur [tohu] dan kosong [bohu] tepat menurut rencana-Nya. (ayat 11)

Ini adalah kiasan dari tali pengukur dan bandul pengukur tegak lurus. Dengan tali pengukur ia mengukur secara horizontal, dan dengan bandul ia mengukur secara vertical. Penghakiman Allah diringkas di dalam frasa yang deskriptif ini. Ini akan menjadi tali pengukur “kekacauan” (tohu) dan bandul pengukur tegak lurus “kekosongan” (bohu). Dengan kata lain, akan seperti apakah jadinya? Kehancuran total !!!. Edom akan diserahkan sepenuhnya pada kehancuran yang akan menjadi monumen penghakiman Allah selamanya. Keseluruhan gambarnya adalah gambar kemarahan dan kemurkaan Allah yang dilepaskan dalam penghakiman yang menghancurkan.

Tempat lain dimana kedua kata ini-tohu dan bohu- ditemukan bersama-sama adalah Yeremia 4: 22-23. Di sini kembali kedua kata ini dikaitkan dengan penghakiman. Penghakiman disini digambarkan berhubungan dengan Israel. Dalam Yeremia 4:22. Allah mengungkapkan alasan untuk penghakiman-Nya: “Sungguh, bodohlah umat-Ku itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu.”

Ini adalah gambaran pemberontakan dan kejahatan yang menyebar. Kemudian Yeremia diberi sebuah penglihatan mengenai penghakiman yang akan datang: “Aku melihat kepada bumi, ternyata campu baur [tohu] dan kosong [bohu], dan melihat kepada langit, tidak ada terangnya.” (ayat 23). Di sini kita melihat lagi, “campur baur dan kosong”- tohu dan bohu. Ini adalah gambaran ketandusan yang diakibatkan oleh penghakiman Allah atas kejahatan.

Di dalam Alkitab hanya ada tiga tempat dimana dua kata tohu dan bohu muncul bersama-sama: Kejadian 1: 2, Yesaya 34: 11, Yeremia 4: 23. Kedua nas yang belakangan menggambarkan adegan menakutkan dari kehancuran yang ditimbulkan oleh penghakiman Allah atas kejahatan yang mengerikan. Kita membawa Kejadian 1: 2 secara persis sejalan dengan dua perikop lain ini apabila kita menafsirkannya pula untuk menjadi gambaran penghakiman Allah atas tindakan kejahatan yang di dalam ayat ini tidak diuraikan secara rinci.

Sekarang mari kita periksa beberapa dari perikop di mana tohu digunakan tanpa bohu. Ulangan 32: 10, mengatakan TUHAN menemukan Yakub “di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara.” Kata “tandus” adalah tohu. Keseluruhan gambaran adalah gambaran kehancuran.

Dalam Ayub 6: 18 kita membaca tentang sungai di padang gurun yang mengering dan masuk ke pasir tanpa memberikan apapun kepada siapapun: “Berkeluk-keluk jalan arusnya, mengalir ke padang tandus, lalu lenyap.” Kata “lenyap” adalah tohu. Yang tersisa hanya pasir.

Dalam Ayub 12: 24 dan Mazmur 107: 4 kata tohu diterjemahkan ‘padang belantara’: Ayub 12: 24,“Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara [tohu] yang tidak ada jalannya.”
Mazmur 107: 4, “Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara [tohu], jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan.” Dalam masing-masing kasus ini, penghakiman Allah menghasilkan suatu kondisi yang digambarkan sebagai padang belantara (tohu).

Apabila kita menggabungkan semua perikop yang dikutip di atas ini, kita tiba pada suatu kesimpulan yang berlaku pada semuanya: Perikop-perikop ini menggambarkan hasil dari penghakiman Allah. Ini dapat diterapkan pada Kejadian 1: 2 seperti halnya pada perikop-perikop lain. Kita juga dapat melihat sejumlah kejadian di dalam Kitab Yesaya yang menggambarkan penghakiman Allah atas seluruh bumi: Yesaya 24:1, “Sesungguhnya, TUHAN akan menanduskan bumi dan akan menghancurkannya, akan membalikkan permukaannya dan akan menyerahkan penduduknya.”. Sebagai bagian dari penghakiman total ini, Yesaya melanjutkan dengan mengatakan: “Kota yang kacau riuh [tohu] sudah hancur” (ayat 10). Ini menggambarkan sebuah kota dalam keadaan hancur sebagai akibat dari penghakiman Allah.

Kembali, Yesaya 40: 23 menggambarkan penghakiman Allah atas para penguasa bumi: “Dia yang membuat pembesar-pembesar menjadi tidak ada dan yang menjadikan hakim-hakim dunia sia-sia saja [tohu]!” Dalam Yesaya 41: 29 Allah menggambarkan para penyembah berhala: “Sesungguhnya, sekaliannya mereka seperti tidak ada, perbuatan-perbuatan mereka hampa, patung-patung tuangan mereka angin dan kesia-siaan [tohu].” Dalam setiap kasus, kekacauan adalah hasil dari murka dan penghakiman Allah.

Pernyataan paling tegas dari semua adalah Yesaya 45: 18

"Sebab beginilah firman TUHAN, yang menciptakan langit, --- Dialah Allah --- yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya, --- dan Ia menciptakannya bukan supaya kosong [tohu], tetapi Ia membentuknya untuk didiami ---: “Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain.”

Hasil dari penciptaan Allah bukanlah tohu, yaitu dalam keadaan kacau berantakan. Marilah kita sekarang meletakkan perikop Kitab Suci ini berdampingan dengan perikop yang menggambarkan penciptaan Allah.

Kejadian 1: 2 mengatakan bahwa bumi ini tohu. Yesaya 45: 18 mengatakan bahwa Allah tidak menciptakannya supaya tohu. Implikasinya jelas: Bumi sebagaimana digambarkan dalam Kejadian 1: 2 bukanlah keadaan dimana bumi ini semula diciptakan. Allah tidak menciptakan bumi yang tohu dan bohu, tetapi Ia menciptakannya untuk didiami. Tujuan-Nya adalah untuk membuat sebuah tempat yang diberkati, menyenangkan, dan sangat bagus bagi ciptaan-Nya untuk berdiam di sana.

Kenyataannya bahwa bumi menjadi tohu dan bohu menunjukkan bahwa penghakiman Allah sudah terjadi di antara penciptaan-Nya seperti tercatat dalam Kejadian 1: 1 dan adegan yang digambarkan dalam Kejadian 1: 2. Dalam bab berikutnya, kita akan menganalisis catatan alkitabiah mengenai pemberontakan para malaikat yang menimbulkan penghakiman Allah. Ini mungkin saja terjadi dalam periode antara Kejadian 1: 1 dan Kejadian 1: 2.

Dihadapkan dengan gambaran mengenai tohu dan bohu ini, kita mungkin bertanya: Mungkinkah ini entah bagaimana terkait dengan apa yang oleh para ilmuwan ditafsirkan sebagai “Big Bang” atau “Ledakan Besar”? Ini akan dipandang terutama bukan sebagai tindakan penciptaan, melainkan sebagai tindakan penghakiman. Saya tentu saja tidak mengklaim sudah menjawab semua pertanyaan yang muncul mengenai penciptaan. Sebenarnya, tidak ada batasan untuk pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Akan tetapi kita tidak akan pernah boleh mengizinkan hal-hal yang tidak kita mengerti mengaburkan kita terhadap bidang-bidang kebenaran dimana Allah sudah memberikan pengertian yang jelas.

Dalam penutup bab ini, izinkan saya membagikan kepada anda sesuatu yang sudah saya buktikan selama bertahun-tahun. Allah tidak harus berkomitmen untuk menggaruk semua cendikiawan yang gatal, tetapi Ia akan selalu berespon terhadap hati yang tulus dan lapar.

Sumber tulisan: buku WAR IN HEAVEN karya Derek Prince (1915-2003)